Nyala Harapan di Desa Sano Lokong: Pemerataan Listrik untuk Masyarakat

Pada tahun 2019, Desa Sano Lokong mengalami krisis listrik akibat pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang buruk. Masyarakat kesulitan mengakses listrik, terutama untuk kebutuhan sehari-hari dan pendidikan. Om Adi mengambil inisiatif untuk mengambil alih pengelolaan PLTA, melakukan revitalisasi, dan mengembangkannya menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang andal.

Bayangkan sebuah mesin raksasa yang mampu menerangi seluruh desa, namun tertidur pulas karena kurang perawatan. Itulah gambaran PLTA saat Om Adi pertama kali melihatnya. Padahal, PLTA itu adalah aset berharga yang dihibahkan kepada desa. Namun, karena kurangnya perencanaan dan pengelolaan yang baik, potensi besar itu seakan terbuang sia-sia.

Langkah Awal Kembalinya Harapan


Melihat kenyataan pahit ini, Om Adi merasa terpanggil untuk bertindak. Ia yakin, dengan sentuhan tangan yang tepat, PLTA bisa kembali menghidupkan harapan masyarakat. Jalan yang dilalui Om Adi untuk menghidupkan kembali PLTMH bukanlah jalan yang mulus. Ia menyadari, tugas ini bukan sekadar memperbaiki mesin, tetapi juga merangkul hati masyarakat. 

Mengelola PLTMH yang sudah terbengkalai membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apalagi ditambah dengan birokrasi desa yang cukup rumit. Namun, semangatnya tak pernah padam. Satu per satu rintangan ia hadapi, mulai dari mengumpulkan dana hingga meyakinkan para pemangku kepentingan.

Dengan kesabaran dan keteguhan hati, Om Adi berhasil menyatukan seluruh elemen desa untuk mendukung misinya. Akhirnya, sebuah kesepakatan terjalin, dan pengelolaan PLTMH resmi diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan Om Adi sebagai nahkodanya. 

Demi mewujudkan mimpinya untuk menghidupkan kembali PLTMH, Om Adi bahkan rela meninggalkan kenyamanan pekerjaannya sebagai fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Ia sadar, tugas yang ia emban ini membutuhkan waktu dan tenaga yang sangat besar. Namun Ia yakin, pengorbanannya tidak akan sia-sia. Om Adi begitu yakin karena Ia melihat betapa besarnya kebutuhan masyarakat akan listrik, terutama untuk generasi muda.


Proses yang Tak Mudah
































































Bayangkan saja, untuk menghidupkan kembali PLTMH itu, Om Adi harus mengumpulkan dana sebesar tiga ratus juta rupiah! Itu bukan jumlah yang kecil, bukan? Beliau berjuang dengan gigih, meminjam sana-sini, bahkan mengajak warga desa untuk patungan. Luar biasa, ya? Teknisi ahli pun didatangkan langsung dari Kupang dan Pulau Jawa untuk memastikan semuanya berjalan lancar.

Namun, cerita belum selesai sampai di situ. Dua tahun setelah PLTMH berhasil direvitalisasi, bencana banjir besar melanda Kecamatan Borong. Desa Sano Lokong, tempat PLTMH berada, ikut terdampak. Banjir itu sangat merusak, terutama bak penampungan air yang menjadi jantung dari PLTMH. Meski begitu, Om Adi tidak menyerah. Beliau terus berinvestasi, hingga total dana yang dikeluarkan mencapai empat ratus juta rupiah.

Tapi, Om Adi tidak merasa rugi sedikit pun. Kenapa? Karena dampak sosial dari apa yang beliau lakukan sangatlah besar. Dulu, hanya 793 keluarga yang menikmati listrik dari PLTMH. Sekarang, jumlahnya sudah mencapai 934 keluarga yang tersebar di 12 dusun. Selain itu, peluang kerja pun terbuka lebih luas. Awalnya, PLTMH hanya mempekerjakan 8 orang. Sekarang, sudah ada 12 karyawan tetap dan 20 pekerja lapangan yang mewakili setiap dusun.

Awal perjalanan Om Adi dalam mengelola PLTMH tidaklah semulus yang dibayangkan. Pendapatan yang diperoleh sangat minim, bahkan sempat merugi. Bayangkan saja, dalam sebulan, pendapatannya hanya sekitar dua puluh satu juta rupiah! Tidak sedikit pula masyarakat yang meragukan usaha beliau. Ada yang sengaja menunggak pembayaran listrik, bahkan ada pula tokoh masyarakat seperti kepala dusun atau guru yang ikut memprovokasi warga lainnya. Sungguh miris.

Namun, Om Adi tidak gentar. Beliau tetap bersikap tegas dengan memutus aliran listrik bagi pelanggan yang nakal. Menurut Om Adi, ironisnya, justru masyarakat biasa yang lebih taat membayar dibandingkan mereka yang punya jabatan.
 

Menyesuaikan dengan Kebiasaan Masyarakat





















































Untuk menjalankan PLTMH, Om Adi mengandalkan iuran bulanan dari warga. Awalnya, setiap keluarga harus membayar tiga puluh enam ribu rupiah per bulan. Seiring berjalannya waktu, biaya ini naik menjadi sekitar lima puluh ribu rupiah, menyesuaikan dengan penggunaan listrik masing-masing keluarga. Selain itu, ada juga biaya pemasangan awal sebesar satu juta rupiah.

Dengan iuran tersebut, warga bisa menikmati listrik selama enam belas jam setiap hari, mulai pukul empat sore hingga sepuluh siang. Jika ada yang ingin menggunakan listrik lebih lama atau dengan kapasitas lebih besar, misalnya untuk acara pesta, maka akan dikenakan biaya tambahan. 

Total pendapatan dari seluruh dusun setiap bulannya mencapai empat puluh juta rupiah. Dari sinilah Om Adi dan timnya mengelola PLTMH, memastikan listrik tetap menyala untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Om Adi dan timnya sudah sangat paham betul kebiasaan masyarakat desa. Mereka tahu betul bulan-bulan apa saja yang biasanya warga kesulitan membayar iuran listrik. Biasanya, menjelang pertengahan tahun, banyak warga yang lebih memprioritaskan acara adat dan biaya sekolah anak-anak. Namun, begitu musim panen kemiri tiba, sekitar bulan Desember, mereka akan melunasi semua tunggakannya.

Karena memahami kondisi masyarakat, Om Adi menerapkan sistem yang lebih manusiawi. Keterlambatan pembayaran hingga tiga bulan masih ditoleransi, asalkan warga menunjukkan itikad baik untuk melunasi. Bagi Om Adi, PLTMH bukan sekadar bisnis, tapi juga bagian dari kehidupan sosial masyarakat. Jadi, hubungan antara pengelola dan pengguna PLTMH pun dibangun dengan asas kekeluargaan.
 

Peran Koperasi Legejur Lingko Mandiri




















































Perjalanan Om Adi dalam mengembangkan PLTMH tidak bisa lepas dari peran penting Koperasi Legeliman (Legejur Lingko Mandiri). Koperasi inilah yang telah menjadi 'teman setia' dalam berbagai tahap pengembangan PLTMH.

Om Adi sudah tiga kali meminjam uang di koperasi ini. Pinjaman pertama sebesar tiga juta rupiah digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk untuk pengembangan PLTMH. Namun, saat bencana banjir besar melanda pada tahun 2021 dan merusak bak penampungan air PLTMH, pinjaman kedua sebesar sepuluh juta rupiah sangat berarti untuk memperbaiki kerusakan tersebut.

Pinjaman ketiga yang paling besar, yaitu tujuh puluh juta rupiah, menjadi tonggak penting dalam perluasan jaringan listrik PLTMH. Berkat pinjaman ini, dua dusun baru, yaitu Dusun Kawit dan Dusun Tontong, kini bisa menikmati aliran listrik dari PLTMH. 

Sebelumnya, listrik hanya menjangkau sepuluh dusun terdekat. Dengan penambahan dua dusun baru ini, sekitar 141 kepala keluarga tambahan dapat merasakan manfaat listrik dari PLTMH.
 

Simbol Harapan

Kisah Om Adi dan PLTMH bukan hanya sekadar proyek listrik, tetapi juga sebuah gerakan sosial yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, tentang semangat juang, gotong royong, dan kemandirian. Dengan modal yang terbatas dan tantangan yang berat, Om Adi berhasil mewujudkan mimpi masyarakat desa untuk memiliki listrik sendiri. 

Kehadiran koperasi sebagai mitra strategis semakin memperkuat fondasi pembangunan PLTMH. Melalui kisah ini, kita belajar bahwa dengan kerja keras, inovasi, dan dukungan bersama, kita dapat mengatasi segala rintangan dan menciptakan masa depan yang lebih baik. PLTMH di Desa Sano Lokong bukan hanya sebuah pembangkit listrik, tetapi juga sebuah simbol harapan bagi desa-desa lain di Indonesia.

Baca Juga:
Bergerak Bersama Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga: Kisah nyata Income Generation Group (IGG) Wela Nendong
Koperasi GMJ (Gugah Mandiri Jeneponto) Menyulap Hobi Jadi Cuan

Ditulis Oleh: Luwyse Hasainni Sianipar
Diedit Oleh: Tim FD

Dapatkan banyak keuntungan

Pemberdayaan Koperasi Economic Welfare