Tanggap darurat untuk Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat.

27 Januari 2021. Anak-anak berkumpul di tengah lapangan pada saat kami datang pertama kali di Desa Botteng, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Mungkin mereka penasaran siapa wajah-wajah asing yang mereka lihat dan untuk apa kami datang. Salah seorang anak mendekati saya dan memperkenalkan dirinya.

Sebagian besar warga Desa Botteng terpaksa tinggal di pengungsian karena rumah mereka hancur. Sejauh mata memandang hanya ada puing-puing berserakan. Beberapa warga membangun tenda darurat dari terpal di sekitar lapangan. Sebagian lagi memilih untuk pergi ke daerah yang lebih tinggi dengan alasan keamanan. Ada juga yang memanfaatkan plastic dan kain, apapun untuk mendirikan tempat berlindung. Sudah dua minggu lamanya warga tinggal di pengungsian. Saat kami berkeliling, tampak raut wajah tegang di antara warga yang kami temui. Beberapa dari mereka masih diselimuti ketakutan. Namun, disaat yang sama rasa syukur tetap bisa dipanjatkan karena berhasil selamat dari bencana gempa bumi yang terjadi pada 15 Januari 2021 lalu. Saat itu, gempa bumi tektonik datang pada pukul 1:28 WIB dengan kekuatan magnitudo 6,2 di Kabupaten Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat.



Saya datang bersama dengan rekan gugus tugas tanggap darurat Gugah Nurani Indonesia. Kami memiliki misi untuk memberikan layanan yang dibutuhkan oleh warga sesuai dengan kapasitas kami. Setelah melakukan pendataan dan koordinasi dengan pemerintah setempat, kami merancang kegiatan dukungan psikososial untuk anak-anak di empat desa yang ada di Kabupaten Mamuju. Selama 15 hari berkegiatan di wilayah ini, kami melayani dukungan psikososial untuk 239 anak dengan kegiatan berupa edukasi dalam menghadapi situasi darurat bencana, perilaku hidup bersih dan sehat, bagaimana mengenal ekspresi melalui nyanyian dan gambar, dan beberapa kegiatan lainnya yang rutin kami lakukan setiap hari. Karena masih di tengah situasi pandemi, setiap sebelum memulai kegiatan kami memastikan bahwa anak-anak aman dengan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19 dengan mencuci tangan, menggunakan masker, serta mengecek suhu tubuh. Protokol ini berlaku untuk anak-anak dan semua fasilitator yang terlibat.





Tidak semua anak bisa belajar dan bermain di tempat di mana mereka mengungsi. Menyadari hal ini, kami melakukan kegiatan di luar ruangan di mana anak-anak bebas berlarian dan tertawa lepas bersama dengan teman-teman mereka. Berkegiatan dalam situasi tanggap darurat tentu memberikan tantangan tersendiri bagi kami pekerja sosial yang berada di lapangan. Melihat anak-anak bisa tertawa dan menikmati setiap kegiatan bersama kami adalah imbal balik yang kami dapatkan. Maisyarah, siswa kelas 6 SD yang berasal dari Desa Orobatu mengungkapkan sukacita berkegiatan bersama Gugah Nurani Indonesia. Bersama dengan teman-teman yang lainnya, ia berharap agar bisa segera kembali tinggal di rumah dan belajar seperti dulu, bahkan sebelum terjadi pandemi.

Selain kegiatan psikososial bersama anak-anak, Gugah Nurani Indonesia juga menyalurkan paket alat kebersihan berupa sabun mandi, odol, sikat gigi, handuk, selimut, dan pakaian ke 1.000 keluarga yang ada di delapan desa di Kabupaten Mamuju dan satu desa di Kabupaten Majene.

Sebagai pekerja sosial, tentunya kami tidak berharap untuk datang ke suatu wilayah karena alasan bencana. Namun, seandainya terjadi bencana di Indonesia ini, kami berkomitmen untuk dapat berkontribusi untuk meringankan beban warga yang terdampak khususnya anak-anak melalui kapasitas yang kami miliki.

Rinawati, anggota satuan tugas tanggap darurat Gugah Nurani Indonesia.

Dapatkan banyak keuntungan

Contact us on WhatsApp